Sabtu, 23 Maret 2013

Artikel pendidikan bangsa

Tentang Pendidikan Karakter Bangsa

.
.
Artikel Pendidikan - Tentang Pendidikan Karakter Bangsa

          Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.

Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

            Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.

           Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.


        Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

      Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan.Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.

          Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

         Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
 
Demikian artikel ini saya buat,semoga bermanfaat...:)

Artikel Pendidikan: Hakikat Pembelajaran

             Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru, instruktur atau pembelajar dengan tujuan untuk membantu siswa (Setyosari; 2003: 6). Senada dengan hal itu juga diungkapkan oleh Degeng (1998), bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa, secara khusus pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh guru, instruktur, pembelajar dengan tujuan untuk membantu siswa atau peserta didik.
Menurut Muhaimin (1996: 99), pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa/peserta didik untuk belajar. Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan efisien.
           Sedangkan menurut Hamalik Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. (Hamalik, 2003: 57).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu menfasilitasi belajar orang lain.
Manusia terlibat dalam sistem pengajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
            Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.
Madrasah tidak ubahnya sebagai intitusi atau lembaga. Sebagai sebuah lembaga, madrasah mengembang misi tertentu yaitu melakukan proses pendidikan, proses sosialisasi, dan proses transformasi anak didik, dalam rangka mengatarkan mereka siap mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya. Sebagai institusi atau lembaga madrasah menyelenggarakan berbagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan berbagai macam komponen, sehingga menuntut adanya manajemen pembelajaran yang baik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan institusional madrasah.
Secara garus besar aktivitas pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah (MI), baik negeri maupun swasta dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, aktivitas pembelajaran kurikuler, seperti pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), pembelajaran Eksakta (Sain&Matematika), pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Alam (IPA), pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertakes), pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes). Kedua, aktivitas pembelajaran ekstrakurikuler, seperti kegiatan pramuka, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), olah raga, kesenian. Ketiga, aktivitas pembelajaran lainnya seperti upacara bendera yang diselenggarakan pada setiap hari senin dan senam pagi. Masing-masing jenis aktivitas pembelajaran tersebut harus memiliki tujuan kurikuler. Namun semua aktivitas      pembelajaran harus dipadukan sedemikian rupa dan diarahkan pada pencapaian tujuan, tepatnya tujuan Madrasah Ibtidaiyah (MI). demikian pula, agar aktivitas pembelajaran antara yang satu dan lain tidak terjadi tumpang tindih, maka dibutuhkan manajemen pembelajaran yang baik (Bafadhal, 2003: 53).


http://kabar-pendidikan.blogspot.com
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Hubungan Belajar, Pembelajaran, dan Hasil Belajar

Belajar diartikan sebagai suatu perubahan individu karena pengalaman (Slavin, 1994:98). Perubahan ini disebabkan oelh perkembangan yang bertahap dalam belajar. Sedangkan Sadirman (1990) mendefinisikan belajar sebagai suatu usaha seseorang secara aktif dan sadar untuk melakukan perubahan menuju kesempurnaan terhadap dirinya. Definisi tersebut mengandung makna bahwa dalam belajar dibutuhkan aktivitas sadar sebab berarti melakukan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih lanjut Benjamin S.Bloom (1990:1) mendefinisikan belajar sebagai proses dimana otak atau pikiran mengadakan reaksi terhadap kondisi-kondisi luar dan reaksi-reaksi itu dapat dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya. Bila kondisi lingkungan belajar kondusif maka respon yang diberikan siswa akan menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih efektif. Respon tersebut berupa aktivitas belajar positif selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga hasil belajar akan tercapai dengan baik.

Kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada keberhasilan tujuan, sangat memerlukan aktivitas siswa sebagai subjek didik yang mempunyai potensi dan energi untuk melaksanakan kegiatan belajar atas bimbingan guru (Sardiman, 1990:97). Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk menciptakan lingkungan pembelajaran kondusif agar siswa dapat belajar lebih efektif, sebab lingkungan belajar kondusif sangat diperlukan siswa agar lebih berkonsentrasi dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian belajar akan tercapai dengan baik yang ditandai adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan hasil belajar.

Namun mengingat kondisi siswa yang sangat heterogen di dalam kelas, muncul karakteristik siswa yang berbeda-beda. Hal ini dapat menjadi faktor penghambat bagi guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Perbedaan karakterristik siswa dalam pembelajaran sering menimbulkan kesenjangan di antara siswa, sehingga mereka cenderung membuat kelompok dengan teman sebayanya yang mempunyai kesamaan minat dan potensi.

Terdapat kecenderungan bahwa siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya disebanding dari orang lain termasuk guru (Arikunto, 1996:62). Siswa merasa malu untuk bertanya atau memberikan pendapat selama proses belajar mengajar. Akibatnya proses belajar tampak pasif. Oleh karena itu guru perlu mengupayakan pembaharuan dalam pengelolaan kelas, salah satunya adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif.

PENJARINGAN 7 BESAR MIPA SD


 Pelaksanaan penjaringan peserta Olimpiade MIPA SD yang akan mewakili Kabupaten Karangasem pada tahun 2013 ini dilaksanakan dari tanggal 15 sampai dengan 19 Maret 2013 yang dipusatkan di Losmen Kembang Remaja Amlapura. Peserta seleksi diikuti oleh 50 orang siswa, 25 orang peserta Matematika dan 25 orang peserta IPA.  Peserta seleksi yang berjumlah 50 orang peseerta tersebut adalah hasil penjaringan dari tingkat kecamatan yang sudah berlangsung sebelumnya. Kegiatan diawali dengan pembukaan oleh Kadisdikpora Kabupaten Karangasem yang di wakili oleh Kabid Dikdas. 
Selama kegiatan para peserta seleksi akan di karantina dan mendapatkan bimbingan dan pembinaan dari para Pembina Olimpiade MIPA SD Kabupaten Karangasem. Selama kegiatan berlangsung para peserta mengikuti acara dengan semangat dan antusias dimana proses pembelajaran berlangsung dari pukul 08.00 hingga Pukul 20.00 WITA.  
Para peserta mendapat layanan akomodasi penuh selama kegiatan yang ditanggung sepenuhnya dari anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem.  
Dari 25 calon peserta tersebut akan dipilih 7 besar yang akan berlaga di tingkat propinsi dimana pelaksanaannya akan dimulai tanggal 21 Maret 2013.
Date: Minggu, 17 Maret 2013

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL


         Pendidikan adalah investasi peradaban, itulah ungkapan yang menjadi dasar bagi pengembangan kualitas hidup manusia Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu motor penggerak sekaligus sebagai filter bagi perkembangan kehidupan manusia Indonesia. Seperti diungkapkan Dedi Supriadi (2004) bahwa pendidikan adalah alternatif utama untuk membangun kualitas masa depan bangsa. Karena dengan pendidikan, prestasi dan keunggulan daya saing di era global saat ini akan mudah dirancang dan kemudian bisa diwujudkan secara realistis. Berdasarkan pernyataan tersebut, sudah jelas bahwa maju dan berkembangnya tatanan kehidupan sosial masyarakat suatu sebuah negara ditentukan oleh kualitas pengelolaan pendidikannya.
            Fungsi pendidikan menurut Abdul Munir Mulkhan (2002) ialah pembelajaran tentang kehidupan manusia di dalam beragam fungsi dan kebutuhan. Dengan adanya perkembangan teknologi dan pola hidup dari masyarakat saat ini, pendidikan juga dituntut untuk selalu mengembangkan konsep-konsep pembelajaran dan pendidikan agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tingginya angka putus sekolah, biaya pendidikan yang belum mampu dijangkau oleh semua lapisan masyarakat merupakan beberapa hal atau pekerjaan rumah bagi pengelola pendidikan baik secara makro maupun mikro. Jika pendidikan dikembangkan masih menggunakan cara-cara yang kurang inovatif, maka yang terjadi bukan peningkatan kompetensi atau kemampuan SDM, melainkan kemerosotan dunia pendidikan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan ketika pendidikan mengalami kemunduran maka pola kehidupan masyarakat akan menjadi tidak mempunyai arah yang jelas.
           Pendidikan sebagai sebuah sistem, menurut Dwi Siswoyo (2008: 45) terdiri dari tiga komponen sentral, yaitu peserta didik, pendidik, dan tujuan pendidikan. Pada proses pendidikan terdapat interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengelolaan pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari tujuan bangsa Indonesia yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga pengelolaan pendidikan sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendidikan yang dahulu masih menggunakan sistem sentralisasi (kebijakan terpusat) mengakibatkan pemerataan dan perluasan akses menjadi terhambat atau tidak optimal. Sehingga ketika susunan dan pola kehidupan masyarakat berubah, pengelolaan pendidikan hakikatnya juga mengalami perubahan yaitu beralih menjadi desentralisasi. Pada pola desentralisasi, kebijakan pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat, dijadikan sebagai induk atau acuan bagi pengelola pendidikan di setiap daerah.
                   Pengelolaan pendidikan pada satu daerah tentunya berbeda dengan yang lain, akan tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan dasar bagi subyek sekaligus obyek pendidikan. Pendidikan sebaiknya disesuikan dengan pilar pembangunan pendidikan yang termuat pada Rencana Strategis Kemendiknas 2010-2014, yakni ketersediaan, keterjangkauan, kualitas atau mutu dan relevansi, kesetaraan, serta kepastian pada layanan pendidikan. Pengelolaan pendidikan sebaiknya memberikan jaminan bahwa setiap daerah mampu menyelenggarakan atau menyediakan pendidikan bagi masyarakatnya. Keterjangkauan dimaksudkan pada aspek semua lapisan masyarakat mampu menerima atau menikmati layanan pendidikan. Kualitas pendidikan yang diberikan harus mampu menjamin kualitas input, output, serta outcomes dari seluruh proses pendidikan. Kesetaraan dimaksudkan tidak ada diskriminasi antar golongan maupun jenis dalam mendapatkan layanan pendidikan. Hal ini sesuai atau sejalan dengan fenomena perubahan pola hidup sosial masyarakat, yang pada masa dahulu masih ada perbedaan aspek ras serta jenis dalam pemberian layanan pendidikan. Kepastian dimaksudkan dengan jaminan pemerintah tentang sistem pendidikan atau pengelolaan pendidikan mendapatkan kepastian untuk dapat dilaksanakan secara penuh dan berkesinambungan.
             Pada bagian akhir, perlu adanya kemampuan untuk menjamin mutu pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat. Ketika pengelolaan pendidikan tidak disesuaikan dengan pola kebutuhan masyarakat, maka pendidikan menjadi kurang bermakna bagi masyarakat.

Jumat, 22 Maret 2013

Pelajar Menyabung nyawa Demi Sekolah

Pelajar Menyabung Nyawa PendidikanPESISIR SELATAN, KOMPAS.com – Puluhan pelajar dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas yang tinggal di Jorong Lambung Bukik, Nagari Koto Nan Tigo Utara Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, terpaksa menyeberangi sungai setiap hari. Hal itu mereka lakukan karena ketiadaan infrastruktur jembatan sebagai sarana untuk menyeberang secara aman dan cepat. Sementara lebar Batang (Sungai) Surantih mencapai lebih dari 20 meter dengan arus yang relatif deras meskipun kedalaman sungai rata- rata 50 sentimeter jika tidak terjadi banjir.
Jika hujan deras dan permukaan Batang Surantih meninggi, para pelajar itu terpaksa membatalkan keinginan untuk bersekolah. Sebaliknya, jika saat pulang sekolah air sungai itu meninggi, para pelajar terpaksa menunggu di Nagari Kayu Gadang yang berada di seberang Jorong Lambung Bukik dan terpisah oleh aliran deras Batang Surantih. Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit, yang dikonfirmasi Kompas, Senin (12/11), mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui di mana lokasi Jorong berada. ”(Dinas) Pekerjaan Umum nanti akan saya suruh lihat. Jika memungkinkan, akan kita mulai pembangunan jembatan pada tahun 2013,” katanya. Kondisi serupa terjadi di Sungai Cipatujah di Kampung Dukuh Handap, Desa Batuhideung, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten. Setiap hari anak-anak menyeberangi sungai yang lebarnya mencapai 32 meter.

Sudah 3 orang hanyut
Dari pantauan Kompas, Senin, sejumlah pelajar tampak menyeberangi sungai dengan cara berombongan. Mereka kebanyakan adalah siswa SD. Arus sungai yang deras membuat pelajar yang masih kecil mesti diawasi oleh sejumlah rekan mereka yang lebih senior. Sebut saja Wanda (12) dan Rika (12) yang mengawal adik-adik kelasnya dalam dua rombongan terpisah.
Sumber: Kompas.com

Waspadai Calo UN



           Seluruh siswa, baik SD, SMP maupun SMA saat ini dituntut untuk mempersiapkan diri dengan matang guna menghadapi UN yang sebentar lagi tiba. Bagi sebagian siswa UN merupakan momok menakutkan. Karena di sinilah nasib mereka ditentukan. Lulus dan tidaknya siswa sangat bergantung pada persiapan yang dilakukan.

Begitu pentingnya UN bagi masa depan siswa, tak jarang cara apa pun akan ditempuh mereka untuk bisa lulus. Salah satu cara ditempuh adalah membeli kunci jawaban ujian dari calo UN.

Harus diakui bahwa dalam setiap pelaksanaan ujian sering muncul oknum tidak bertanggung jawab yang mengaku bisa memberikan kunci jawaban soal ujian. Kehadiran oknum calo UN tersebut tentu sangat merugikan para siswa. Bukan hanya kerugian materi, keberadaan calo UN juga akan membuat siswa kurang percaya diri dalam menghadapi ujian.

Karena itu, bagi siswa dan orang tua diharapkan selalu waspada jika bertemu dengan oknum yang mengaku bisa memberikan kunci jawaban UN. Bisa dipastikan informasi yang mereka bawa adalah bohong. Karena kunci keberhasilan lulus ujian nasional bukan terletak pada calo, melainkan dari siswa.
 

Ditindak Tegas
Tidak bisa kita pungkiri bahwa keberadaan oknum calo sering membuat lengah siswa dan orang tua. Apalagi bagi mereka yang berpikiran pendek dan memiliki persiapan kurang maksimal dalam menghadapi ujian. Akhirnya jalan yang ditempuh adalah membeli kunci jawaban kepada calo UN yang tingkat kebenarannya sangat diragukan.

Untuk menghindari dampak negatif akan keberadaan calo UN, langkah terbaik yang bisa diambil adalah memberikan pengertian kepada orang tua ataupun siswa agar tidak mudah terpengaruh dan percaya kepada calo UN. Khusus kepada siswa pihak sekolah dan guru diharapkan mampu memberikan motivasi agar mereka percaya diri dalam menghadapi ujian.

Di samping itu, pemerintah harus bertindak tegas kepada para calo UN. Jika ditemukan dan terbukti menjadi calo, oknum tersebut harus diberi sanksi setimpal. Misalnya dihukum penjara. Hal itu dilakukan guna memberikan efek jera kepada pelaku serta oknum yang lain agar tidak melakukan perbuatan serupa.

RESOURCE : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/03/17/140267/Waspadai-Calo-UN-

Beberapa Definisi Pendidikan

Pengantar Pendidikan - Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan

Beberapa definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini :

  • M.J. Langeveld (1995) :

Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. 
Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. 
Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.

  • Stella van Petten Henderson :
Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.

  • John Dewey (1978) :
Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).

  • H.H Horne :
Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.

  • Encyclopedia Americana (1978) :
Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.
Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.

            Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.
 
 
Anda sedang membaca artikel tentang Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan, kami sadar artikel Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan masih banyak kekurangan. Besar harapan kami semoga artikel ini Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan dapat memberikan manfaat bagi kita semua

Unsur-unsur Pendidikan


      Artikel Bagus kali akan membahas unsur-unsur pendidikan, di sini akan dikupas secara tuntas tentang unsur-unsur yang terdapat dalam pendidikan. Berikut unsur -unsur pendidikan secara lengkap.

Dalam proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :
1)   Subjek yang dibimbing (peserta didik).
       Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
2)  Orang yang membimbing (pendidik).
        Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3)   Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
          Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
4)  Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. 
             Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
5)  Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
        Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.
6)  Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
          Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
7)  Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
       Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
 

Anda sedang membaca artikel tentang Unsur-Unsur Pendidikan, kami sadar artikel Unsur-Unsur Pendidikan masih banyak kekurangan. Besar harapan kami semoga artikel ini Unsur-Unsur Pendidikan dapat memberikan manfaat bagi kita semua

Permasalahan dalam Pendidikan

         Semakin tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya permasalahan pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita : 

1. Kurikulum 
          Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap saja. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan yang kita tempuh

2. Biaya 
        Banyak masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan. Apa mereka sudah mengenyam pendidikan?? Akhir-akhir ini pemerintah dalam sistem pendidikan yang baru akan membagi pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Ironis sekali bila kebijakan ini benar-benar terjadi.

3. Tujuan pendidikan 
         Katanya pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).

4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang 
          DPR RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi Undang-Undang. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi terhadap dunia pendidikan. Segala aspirasi dan masukan, sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP. UU BHP ini akan menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang.

5. Kontoversi diselenggaraknnya UN 
          Kedua, aspek yuridis. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN.

6. Kerusakan Fasilitas 
          Sekolah Nanang Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60 persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah yang rusak mencapai 50 persen. Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah.
 
        Demikianlah masalah pendidikan diblog saya ini yg saya ambil dari beberapa sumber pendidikan, semoga bermanfaat..:.)

Artikel Pendidikan : Artikel Inovasi Pendidikan

             Inovasi pendidikan perlu dilakukan mengingat pendidikan akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini pembaruan teori dalam pendidikan.

Berikut ini adalah sebuah artikel yang menjelaskan Manfaat Pembaharuan Teori terhadap Pendidikan dalam Permasalahan tumbuh kembang dan pendidikan anak cerdas istimewa

Manfaat Pembaharuan Teori terhadap Pendidikan
Dengan berbagai perubahan penggunaan dasar teori giftedness, maka dampaknya adalah perubahan cara pendeteksian, pendiagnosisan, pengasuhan, dan pendidikan anak-anak cerdas istimewa. Namun pembaharuan dan perubahan ini memerlukan kesepakatan baik dalam tataran perguruan tinggi yang menjadi pusat pengembangan ilmiah, maupun dalam tataran praktikal di lapangan yang didukung oleh peraturan pemerintah. Tanpa adanya pembaharuan dan perubahan secara nasional, maka penanganan anak-anak cerdas istimewa Indonesia hanyalah akan bersifat sporadis, debat panas dan kontroversial akan tetap terus berlangsung. Hal ini hanya akan merugikan anak didik karena tak terpenuhinya tumbuh kembang anak dan pendidikan yang mendukung kebutuhannya. Dunia pendidikan Indonesia pun akan senantiasa tertinggal dari metoda dan tingkat mutu pendidikan secara mainstream internasional.

Dalam kelas reguler/inklusi dan kurikulum berdiferensiasi
           Dalam laporan penelitian tiga bagian yang salah satunya adalah penelitian metateori yang dilakukan oleh T.Mooij dkk (2007) dari Centrum voor Begaafheid Onderzoek (pusat penelitian giftedness) Universitas Nijmegen – Belanda, memperlihatkan bahwa trend pendidikan anak cerdas istimewa secara mainstream kini lebih menyadari bahwa pendidikan untuk berbagai kelompok gifted ini lebih baik berada dalam sekolah atau kelas-kelas reguler bersama dengan anak-anak usia sebayanya. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak ini dapat melakukan kontak yang baik dengan peer grup atau sebayanya, guna pengembangan sosial emosional yang tepat yaitu pengembangan self-esteem yang baik serta self-concepts yang realistis.12 Disamping itu, anak-anak ini juga membutuhkan metoda tersendiri terutama ditujukan pada aktualisasi prestasi dengan pendekatan multitalenta (lihat teori multifaktor dari Kurt Heller), maka dalam kelas-kelas reguler kepadanya diperlukan kurikulum yang sesuai dengan level masing-masing serta adanya kurikulum berdiferensiasi. Bentuk sekolah atau kelas reguler yang menerima beragam keunikan anak, dan memberikan tawaran pedidikan sesuai dengan keunikan anak didik, disebut sebagai kelas atau sekolah inklusi.

Beragam kelas atau sekolah inklusi yang banyak dikembangkan oleh berbagai negara mempunyai beberapa keragaman. Sebagai misal, Norwegia yang telah memulai pendidikan melalui kelas inklusi sejak adanya reformasi pendidikan tahun 1994 yang meletakkan anak-anak gifted bersama beragam anak-anak berkebutuhan khusus lainnya seperti anak berkecerdasan kurang dan terbatas, cacat fisik primer, dan anak-anak normal. (Bentuk seperti ini biasa disebut full-inclusion). Bentuk sekolah atau kelas inklusi seperti ini membutuhkan tawaran pendidikan dengan banyak level atau komptensi. Namun negara Belanda meletakkan anak gifted dalam sekolah inklusi yang terbatas bersama 4 kelompok lainnya yaitu: penyandang ADHD, Autisme, learning disabilities dan anak normal. Berbeda dengan model yang dikembangkan oleh Norwegia, dalam Undang-undang pendidikan Belanda, sekolah reguler sebagai sekolah inklusi hanya menerima anak berkecerdasan normal ke atas, dan tidak bergangguan cacat primer. Bentuk sekolah seperti ini telah berdiri sejak tahun 1990 dengan nama program We Zijn Weer Samen Naar School atau Kita Kembali Sekolah Bersama-sama. Nama seperti ini diberikan karena semula anakanak berkebutuhan khusus tersebut dipisah diletakkan di sekolah-sekolah khusus. Bentuk pendidikan di Belanda kini lebih kepada pendekatan sistem kompetensi atau level, dibagi dalam 3 kompetensi, yaitu kompetensi atas, rata-rata, dan bawah. Dan juga lebih kepada pendekatan pendidikan yang adaptif (adaptive education), dimana materi pendidikan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi murid (Mönks & Pflüger, 2005, Dodde & Luene,1995 ) Maksud diadakan kurikulum berdiferensiasi bagi anak-anak gifted ini adalah (Mooij, 2007): 
  • meningkatkan motivasi belajar anak didik
  • menghindari kebosanan dalam menempuh pelajaran
  • agar perkembangan anak menjadi lebih baik
Diferensiasi kurikulum bagi anak gifted dapat dibagi dalam 4 bentuk (Mooij dkk,
2007):
  1. Pengkayaan (enrichment): yaitu berupa tawaran ekstra materi pelajaran yang dimaksudkan untuk pendalaman dan perluasan.
  2. Pemadatan atau pemampatan (compacting): yaitu berupa pemampatan materi pelajaran reguler. Atau dengan kata lain bahwa pelajaran yang diberikan tidak perlu dilakukan pengulangan-pengulangan yang memang diperlukan sebagai latihan bagi anak-anak normal13.
  3. Paruh waktu (part-time) dalam kelompok-plus atau kelas-plus (pull-out): dimana dalam kelompok/kelas itu diadakan ekstra aktivitas atau program yang menantang khusus untuk anak-anak gifted. Kegiatan dalam kelompok/kelas plus ini dilakukan beberapa jam dalam satu minggu. Bila anak-anak gifted tersebut membutuhkan kegiatan yang menantang guna memenuhi kebutuhan keberbakatannya, ia dapat sementara waktu keluar dari kelasnya (pull-out), masuk ke dalam kelompok-plus atau kelas-plus tersebut, bersama-sama dengan anakanak gifted lainnya dalam berbagai usia mengerjakan berbagai proyek yang diminatinya. Kelas-kelas seperti ini sering juga disebut Kangaroo-class.
  4. Percepatan (acceleration): yaitu berupa lompat kelas (Class skipping). Namun percepatan ini membutuhkan beberapa pertimbangan berupa:
  • kematangan sosial emosional
  • kapasitas intelektual
  • prestasi
  • adanya lompatan perkembangan didaktik
  • persetujuan orang tua
  • penerimaan guru
Perlu psychoeducational assessment dan diagnostic
          Dari penelitian-penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya, terutama di sekolah dasar dan taman kanak-kanak, anak-anak gifted itu tidak bisa mendapatkan program pengembangan keberbakatan yang sama antara satu anak dengan anak lainnya. Hal ini selain disebabkan karena tumbuh kembang mereka sangat beragam yang umumnya masih sangat krusial, disamping juga kekuatan kemampuan atau bakat anak dari satu anak ke anak lain akan berbeda-beda. Diantara mereka masih banyak yang membutuhkan terapi remedial terutama di bagian perkembangan bahasa & bicara, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan motorik halus. Karena itu program diberikan sefleksibel mungkin ke dua arah sekaligus, terhadap berbagai kekurangan melalui program remedial dan juga ke arah pengembangan keberbakatannya. Setiap anak yang membutuhkan perhatian khusus akan mendapatkan IEP (individual education program) yang dievaluasi dan dilakukan pembaharuan program setiap satu semester. Untuk ini semua, si anak memerlukan psychoeducational assessment and diagnostic, agar bisa ditentukan bentuk-bentuk intervensi apa yang cocok untuknya serta bentuk program pengembangan keberbakatan yang bagaimana yang cocok untuknya. Program akselerasi hanya diberikan kepada mereka yang memang mampu meraih prestasi yang sangat baik, mempunyai perkembangan sosial emsoional yang memadai jika diberikan akselerasi berupa lompat kelas, dan mempunyai perkembangan kemampuan didaktif yang memang sangat baik (Hoogeven dkk, 2004; Mooij dkk, 2007)14. Psychoeducational Assessment dan diagnostic seperti yang dibutuhkan seperti ini memang belum banyak dipelajari di Indonesia, karena itu orang tua sangat kesulitan untuk mencari sekolah yang memang menyediakan atau mempunyai jejaring dengan pusat pelayanan psychoeducational tersebut.

Mengutamakan keharmonisan tumbuh kembang
         Dunia pendidikan masa kini adalah pendidikan yang meletakkan dasar-dasar keharmonisan tumbuh kembang. Pendekatan ini bukan hanya ditujukan bagi anakanak yang mengalami tumbuh kembang yang berbeda tetapi juga anak-anak yang mempunyai perkembangan yang sesuai dengan patokan tumbuh kembangnya. Terlebih kepada anak-anak gifted, yang mempunyai pola alamiah tumbuh kembang berbeda dengan anak-anak sebayanya, maka mau tidak mau pendidikan anak-anak gifted terutama di usia muda seperti di taman kanak-kanak dan sekolah dasar, selayaknyalah jika keharmonisan tumbuh kembangnya justru menjadi perhatian utama. Karenanya lingkungan belajar sejak di usia dini dan sekolah dasar harus mampu memberikan tawaran pendidikan yang cukup sesuai dengan tingkatan perkembangannya. 

Dari berbagai penelitian untuk melihat seberapa jauh sudah tawaran pendidikan yang diberikan kepada siswa-siwa gifted, menunjukkan bahwa (Mooij, 2007):
  • Anak-anak gifted yang mendapatkan pendidikan dalam sekolah khusus atau kelas khusus akan menunjukkan prestasi pendidikan dan pengembangan kognitif yang baik, tetapi mempunyai self-concepts atau persepsi terhadap diri sendiri yang rendah.
  • Program percepatan hanya dapat diberikan kepada anak-anak gifted yang memang sudah mempunyai fungsi yang baik (secara kognitif, prestasi, dan sosial emosional).
  • Dalam program pengkayaan (enrichment), berbagai mata ajaran harus dikuasai terlebih dahulu, artinya kepada anak-anak gifted ini diperlukan program compacting mata ajaran reguler. Hal ini dimaksudkan agar dalam program pengkayaan dimana si anak melakukan pendalaman dan perluasan, ia sudah menguasai dasar-dasar teori terlebih dahulu.
  • Sejak dini sekali anak-anak gifted memerlukan pendidikan yang sefleksibel mungkin, individual, dukungan yang terus menerus secara pedagogis, sosial, emosional, kognitif, pengorganisasian proses pembelajaran, serta evaluasi dan pemantauan efek program yang diberikan kepadanya.
  • Umumnya sekolah-sekolah dalam memberikan program layanan kepada anak-anak gifted, lebih mendahulukan mata ajaran matematika (dan science) daripada pelajaran yang lebih mengutamakan bahasa. Karenanya justru seringkali akan memunculkan underachiever (prestasi rendah). Karena itu program berkemampuan bahasa juga perlu diberikan.