Pendidikan
adalah investasi peradaban, itulah ungkapan yang menjadi dasar bagi
pengembangan kualitas hidup manusia Indonesia. Pendidikan merupakan
salah satu motor penggerak sekaligus sebagai filter bagi perkembangan
kehidupan manusia Indonesia. Seperti diungkapkan Dedi Supriadi (2004)
bahwa pendidikan adalah alternatif utama untuk membangun kualitas masa
depan bangsa. Karena dengan pendidikan, prestasi dan keunggulan daya
saing di era global saat ini akan mudah dirancang dan kemudian bisa
diwujudkan secara realistis. Berdasarkan pernyataan tersebut, sudah
jelas bahwa maju dan berkembangnya tatanan kehidupan sosial masyarakat
suatu sebuah negara ditentukan oleh kualitas pengelolaan pendidikannya.
Fungsi pendidikan menurut Abdul Munir
Mulkhan (2002) ialah pembelajaran tentang kehidupan manusia di dalam
beragam fungsi dan kebutuhan. Dengan adanya perkembangan teknologi dan
pola hidup dari masyarakat saat ini, pendidikan juga dituntut untuk
selalu mengembangkan konsep-konsep pembelajaran dan pendidikan agar
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tingginya angka putus
sekolah, biaya pendidikan yang belum mampu dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat merupakan beberapa hal atau pekerjaan rumah bagi pengelola
pendidikan baik secara makro maupun mikro. Jika pendidikan dikembangkan
masih menggunakan cara-cara yang kurang inovatif, maka yang terjadi
bukan peningkatan kompetensi atau kemampuan SDM, melainkan kemerosotan
dunia pendidikan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan ketika
pendidikan mengalami kemunduran maka pola kehidupan masyarakat akan
menjadi tidak mempunyai arah yang jelas.
Pendidikan sebagai sebuah sistem, menurut
Dwi Siswoyo (2008: 45) terdiri dari tiga komponen sentral, yaitu
peserta didik, pendidik, dan tujuan pendidikan. Pada proses pendidikan
terdapat interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan. Pengelolaan pendidikan merupakan salah satu
manifestasi dari tujuan bangsa Indonesia yang terdapat pada pembukaan
UUD 1945 alinea 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga
pengelolaan pendidikan sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pendidikan yang dahulu masih menggunakan sistem sentralisasi
(kebijakan terpusat) mengakibatkan pemerataan dan perluasan akses
menjadi terhambat atau tidak optimal. Sehingga ketika susunan dan pola
kehidupan masyarakat berubah, pengelolaan pendidikan hakikatnya juga
mengalami perubahan yaitu beralih menjadi desentralisasi. Pada pola
desentralisasi, kebijakan pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat,
dijadikan sebagai induk atau acuan bagi pengelola pendidikan di setiap
daerah.
Pengelolaan pendidikan pada satu daerah
tentunya berbeda dengan yang lain, akan tetapi hal yang perlu
diperhatikan adalah kebutuhan dasar bagi subyek sekaligus obyek
pendidikan. Pendidikan sebaiknya disesuikan dengan pilar pembangunan
pendidikan yang termuat pada Rencana Strategis Kemendiknas 2010-2014,
yakni ketersediaan, keterjangkauan, kualitas atau mutu dan relevansi,
kesetaraan, serta kepastian pada layanan pendidikan. Pengelolaan
pendidikan sebaiknya memberikan jaminan bahwa setiap daerah mampu
menyelenggarakan atau menyediakan pendidikan bagi masyarakatnya.
Keterjangkauan dimaksudkan pada aspek semua lapisan masyarakat mampu
menerima atau menikmati layanan pendidikan. Kualitas pendidikan yang
diberikan harus mampu menjamin kualitas input, output, serta outcomes
dari seluruh proses pendidikan. Kesetaraan dimaksudkan tidak ada
diskriminasi antar golongan maupun jenis dalam mendapatkan layanan
pendidikan. Hal ini sesuai atau sejalan dengan fenomena perubahan pola
hidup sosial masyarakat, yang pada masa dahulu masih ada perbedaan aspek
ras serta jenis dalam pemberian layanan pendidikan. Kepastian
dimaksudkan dengan jaminan pemerintah tentang sistem pendidikan atau
pengelolaan pendidikan mendapatkan kepastian untuk dapat dilaksanakan
secara penuh dan berkesinambungan.
Pada bagian akhir, perlu adanya kemampuan
untuk menjamin mutu pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan
kehidupan sosial masyarakat. Ketika pengelolaan pendidikan tidak
disesuaikan dengan pola kebutuhan masyarakat, maka pendidikan menjadi
kurang bermakna bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar